
Nama Allah Shubhanahu wa ta’alla
al-Halim (Maha Penyantun)
Penjelasan Nama Allah Shubhanahu wa ta’alla
(al-Halim)
Segala puji hanya untuk Allah Shubhanahu wa ta’alla
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasul Allah
ShalAllah ‘alaihi wa sallam . Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah
yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah
Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya,
dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu ’alaihi wa
sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba'du:
Allah Shubhanahu wa ta’alla tabaraka wa ta'ala berfirman tentang
asma'ul husna ini dalam kitab -Nya:
"Hanya milik Allah Shubhanahu wa ta’alla asmaa-ul husna (nama
nama yang indah), Maka berdo'alah kepada -Nya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama -Nya.
Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan". (QS al-A'raaf: 180).
Dan dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyAllah
Shubhanahu wa ta’allau 'anhu, bahwasannya Nab Muhammad
4
ShalAllah Shubhanahu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda.
"Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla memiliki sembilan
puluh sembilan nama, barang siapa yang menghitung (dengan
mengamalkannya) maka dia akan masuk surga". HR Bukhari no:
2736. Muslim no: 2677.
Diantara nama-nama Allah Shubhanahu wa ta’alla
Shubhanahu wa ta’alla yang indah tersebut, sebagaimana yang
disebutkan didalam al-Qur'an serta hadits ialah nama Allah
Shubhanahu wa ta’alla ta'ala al-Halim (Maha Penyantun). Sebagian
ulama ada yang menyebutkan, bahwasannya Allah Shubhanahu wa
ta’alla menyebut nama ini secara khusus didalam al-Qur'an itu
sebanyak sebelas kali. Diantaranya ialah yang tercantum dalam
firman -Nya:
"Dan ketahuilah bahwasanya Allah Shubhanahu wa ta’alla
mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada
Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla Maha
Pengampun lagi Maha Penyantun". (QS al-Baqarah: 235).
Demikian pula dalam firman -Nya:
"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah
yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si
penerima). Allah Shubhanahu wa ta’alla Maha Kaya lagi Maha
Penyantun". (QS al-Baqarah: 263).
Dan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim dari haditsnya Ibnu Abbas radhiyAllah Shubhanahu wa
ta’allau 'anhu, bahwasannya Nabi Muhammad ShalAllah
Shubhanahu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam tatkala ditimpa kesusahan
beliau berdo'a dengan membaca:
"Tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan
Allah Shubhanahu wa ta’alla, yang Maha Agung lagi Maha
Penyantun, tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar
melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla, Rabb pemilik Arsy yang
besar. Tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar
melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla, Rabb pemilik langit dan
bumi serta Arsy yang mulia". HR Bukhari no: 6345 . Muslim no:
2730.
Ibnu Jarir memberi makna nama Allah Shubhanahu wa
ta’alla yang agung ini dengan mengatakan: 'Yang dimaksud dengan
Halim ialah Maha pemurah, dimana Dirinya tidak menjadikan dosa
yang dilakukan oleh para hamba -Nya sebagai alasan untuk
menghukumnya'.1
Sedangkan al-Khatabi, beliau mengatakan: 'Dia adalah Maha
Pengampun dan Penyabar yang tidak terkalahkan oleh sifat marah,
dan tidak pula dibodohi oleh kebodohan, serta merugi oleh orang
yang berbuat maksiat kepadanya. Dan tidak layak seseorang
dikatakan pengampun dan menyandang nama penyantun apabila
dirinya lemah. Akan tetapi penyantun ialah orang yang mengampuni
manakala dirinya mampu untuk membalasnya dan tidak gegabah
untuk memberi hukuman. Seorang penyair mengatakan:
Kemulian tak akan didapat walaupun dia dermawan
Sampai kiranya ia mau untuk merasa rendah diri
Jika dicela akan terlihat wajah aslinya
1
. Lihat Jami'ul Bayan 2/1358.
6
Bukanlah pemaaf itu yang lemah tapi yang memaafkan
tatkala mampu
Berkata Ibnu Katsir: 'Yang dimaksud dengan 'Halim dan
Ghofur' (Maha Penyantun lagi Pengampun) ialah bahwasannya Allah
Shubhanahu wa ta’alla melihat kepada hamba -Nya yang
mengkufuri dan berbuat maksiat kepada -Nya, dan Dia tetap
bermurah hati, sabar, menunggu, membiarkan dan tidak terburu
buru, menutupi perbuatan mereka serta mengampuninya'.2
Diantara beberapa efek, dampak keimanan dengan nama yang
agung ini ialah:
Menetapkan sifat penyantun bagi Allah Shubhanahu wa
ta’alla, yang isi kandunganya ialah bahwa –Dia memaafkan
para pendosa dikalangan para hamba -Nya lalu membiarkan
mereka tanpa dikenai hukuman secara langsung namun
diakhirkan, barangkali pada mereka ada yang mau kembali
serta bertaubat kepada -Nya.
Bolehnya seorang mukmin bertawasul kepada Rabbnya ketika
berdo'a dengan menggunakan sifat yang agung ini, seperti
mengucapkan: 'Wahai Maha Penyantun ampuni saya dan
maafkan serta tutupi kesalahanku'.
2
. Tafsir Ibnu Katsir 11/338.
Sifat murah hatinya Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada para
hamba -Nya ialah dengan membiarkan tidak langsung memberi
hukuman adzab kepada mereka para pendosa.3
Seorang penyair mengatakan:
Tidak ada orang yang lebih penyantun dari pada Allah
Shubhanahu wa ta’alla kepadaku
Buktinya, dosa selalu ku perbuat dan Allah
Shubhanahu wa ta’alla tetap menutupi dan membiarkanku
Dan apabila engkau ditanya tentang sifat pemaafnya Allah
Shubhanahu wa ta’alla, maka jawablah, bahwa Allah Shubhanahu
wa ta’alla didalam memaafkan itu sudah sampai pada derajat
sempurna, pada -Nya penyantun secara perfect yang meliputi langit
dan bumi, masuk didalamnya bermurah hati terhadap hamba -Nya
yang kafir, fasik dan orang yang berbuat maksiat, yaitu dengan
membiarkan tidak langsung menurunkan adzab terhadap mereka,
justru Allah Shubhanahu wa ta’alla mengampuni dan memberi batas
tenggang atas mereka kiranya mereka mau bertaubat lalu menerima
taubatnya, karena sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla
3
. An-Nahjul Asma fi Syarhi Asmailllah al-Husna oleh an-Najdi 1/276.
adalah Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang. Dalam
keadaan seperti itu, Allah Shubhanahu wa ta’alla masih saja
memberi mereka dengan berbagai macam kenikmatan dengan ke
Maha kayaanya, yang kalau sekiranya Allah Shubhanahu wa ta’alla
menghendaki tentu akan mengambil dosa yang mereka lakukan
secepat mungkin, akan tetapi sifat murah hatinya Allah Shubhanahu
wa ta’alla menjadikan mengakhirkan untuk menurunkan adzab
untuk para pendosa. Allah Shubhanahu wa ta’alla ta'ala berfirman:
"Dan kalau sekiranya Allah Shubhanahu wa ta’alla menyiksa
manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan
meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang
melatapun akan tetapi Allah Shubhanahu wa ta’alla menangguhkan
(penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila
datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa
ta’alla adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya". (QS
Faathir: 45). 3F
4 . Al-Asmaul Husna wa shifatil Ulya karya Syaikh Abdul Hadi Wahbi hal:
Sedangkan Imam Ibnu Qoyim mengatakan dalam bait syairnya:
Allah Shubhanahu wa ta’alla Maha Pemurah, yang tidak mengadzab
HambaNya dengan hukuman, supaya mereka bertaubat
Kalaulah bukan karena penyantun dan maha mengampuni
yang dimiliki oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla, tentulah dunia
beserta langit ini akan bergoncang oleh karena berbuat maksiat
yang dilakukan oleh hamba -Nya. Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla
telah berfirman:
"Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla menahan langit dan
bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap
tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah
Shubhanahu wa ta’alla. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun". (QS Faathir: 41).
Maka perhatikan terhadap penutup ayat ini dimana Allah
Shubhanahu wa ta’alla menutupnya dengan menyebut dua nama
diantara nama-nama -Nya yang lain, yaitu nama Maha Penyantun
dan Maha Pengampun. Sehingga akan engkau simpulkan,
bagaimana kalau sekiranya bukan karena penyantunnya terhadap
para pelaku kejahatan dan ampunan -Nya terhadap para pendosa,
tentu kiranya langit dan bumi ini tidak akan bisa tetap teguh dan
langgeng.5
Dan didalam ayat diatas memberitahu kepada kita bahwa
langit dan bumi tak kuat dan meminta izin kepada Allah Shubhanahu
wa ta’alla supaya dimusnahkan saja dengan sebab perbuatan yang
dilakukan oleh makhluk, akan tetapi Allah Shubhanahu wa ta’alla
menahan langit dan bumi dengan sifat penyantun dan pengampun
yang dimiliki oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla.6
1.
Kemurahan Allah Shubhanahu wa ta’alla begitu besar dan itu
bisa terlihat jelas dengan kesabaran Allah Shubhanahu wa
ta’alla terhadap makhluk -Nya yang berbuat maksiat kepada
Nya. Dan sifat sabar tersebut masuk dalam sifat penyantun
karena bisa dipastikan setiap pemaaf pasti penyabar. Dan
didalam hadits telah dijelaskan adanya sifat sabar yang dimiliki
oleh Allah azza wa jalla, sebagaimana sebuah hadits yang
dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al
Asy'ari radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Nab Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
5 . Idem hal: 222-223.
6
. Idatus Shabirin Ibnu Qoyim hal: 237.
"Tidak ada seorangpun, atau tidak ada sesuatupun yang lebih
sabar pendengarannya dari gangguan daripada Allah
Shubhanahu wa ta’alla. Sesungguhnya mereka (orang-orang
kafir) menyebut bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla punya
anak, akan tetapi Allah Shubhanahu wa ta’alla membiarkan
mereka dan tetap memberi rizki pada mereka". HR Bukhari no:
6099. Muslim no: 2804.
Allah Shubhanahu wa ta’alla ialah Maha Besar dan Raja
dari segala raja, Maha penyantun, kebaikan -Nya berada diatas
seluruh kebaikan makhluk yang telah mencela dan
mendustakan diri -Nya, namun tetap saja Allah Shubhanahu
wa ta’alla memberi rizki orang yang mencela serta berkata
dusta atas -Nya, membiarkan dan memberi kesempatan,
mengajak mereka kedalam surga -Nya, menerima taubatnya
apabila mereka bertaubat, kemudian mengganti kejelekan
yang pernah dilakukan dengan kebaikan, lemah lembut dengan
mereka pada setiap keadaan, dan masih diutusnya rasul
kepada mereka lalu menyuruh kepadanya supaya berkata
12
lemah lembut terhadap mereka. Maka mana ada sifat pemaaf,
penyantun dan sabar yang lebih agung dari pada ini semua?. 7
Dan dalam sebuah ayat Allah Shubhanahu wa ta’alla
mengabarkan tentang kenapa Dirinya menangguhkan didalam
menurunkan adzab terhadap pendosa dari kalangan para
hamba -Nya ketika didunia, yang menjelaskan
bahwasannya kalau seandainya dosa-dosa mereka yang telah
dikerjakan itu langsung diadzab sebagai balasan langsung ,
tentu tidak akan ada yang tersisa dimuka bumi ini seorangpun.
Lebih jelasnya simak firman Allah Shubhanahu wa ta’alla
berikut ini:
"Jikalau Allah Shubhanahu wa ta’alla menghukum manusia
karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan -Nya di
muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah
Shubhanahu wa ta’alla menangguhkan mereka sampai kepada
waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya
(yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat
mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula)
mendahulukannya". (QS an-Nahl: 61).
Imam Ibnu Katsir didalam tafsirnya menjelaskan ayat
mulia diatas: 'Allah Shubhanahu wa ta’alla ta'ala mengabarkan
tentang sifat kemurahan -Nya terhadap para makhluk -Nya
7
. Syifaa'ul Alil oleh Ibnu Qoyim 2/654.
dengan perbuatan dhalim yang mereka lakukan. Yang
seandainya Allah Shubhanahu wa ta’alla menghukum mereka
dengan ulah tangan yang mereka kerjakan tentu tidak akan
ada yang terisa dimuka bumi ini seekor binatang melatapun.
Artinya, tentu semua binatang melata akan ikut hancur sebagai
akibat hancurnya anak cucu Adam. Akan tetapi Rabb kita itu
Maha Penyantun, Dirinya menutupi dan menangguhkan
hukuman, sampai pada batas yang telah ditentukan, dan tidak
langsung menurunkan hukuman terhadap mereka, yang
sekiranya Allah Shubhanahu wa ta’alla melakukan hal tersebut
atas mereka tentu tidak akan ada yang tersisa dimuka bumi'. 8
Namun, terkadang hukuman ini bisa didapat ketika
didunia sebagaimana yang terjadi pada sebagian negeri kafir,
atau kaum yang sudah sangat sering dan banyak melakukan
perbuatan maksiat, dan hukuman tersebut bisa berupa banjir
bandang, tanah longsor, serta gempa bumi yang meluluh
lantakan semua orang. Hal itu sebagaimana yang disebutkan
dalam firman -Nya:
8 . Tafsir Ibnu Katsir 8/320.
"Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana
disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi
dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji
Allah Shubhanahu wa ta’alla. Sesungguhnya Allah Shubhanahu
wa ta’alla tidak menyalahi janji". (QS ar-Ra'du: 31).
2. Di bolehkan untuk memberi sifat penyantun ini kepada
makhluk, dimana Allah Shubhanahu wa ta’alla ta'ala sendiri
telah mensifati para Nabi -Nya dengan sifat ini. Seperti yang
tercantum didalam firmanNya:
"Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang
penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla". (QS Huud: 75).
Didalam ayat lain Allah Shubhanahu wa ta’alla menceritakan
tentang keadaan kaumnya Syu'aib, Allah Shubhanahu wa
ta’alla berfirman:
"Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun
lagi berakal". (QS Huud: 87).
Dan didalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, dia
menceritakan: 'Pada suatu hari aku melihat kepada Nab Muhammad
16
Shalallahu‘alaihi wa sallam yang sedang mengisahkan seorang dari
Nabi dari kalangan para Nabi , yang dipukul oleh kaumnya hingga
berdarah, maka Nabi tersebut mengusap darah yang mengalir
diwajahnya sambil mengucapkan:
''Ya Rabbku ampunilah kaumku sesungguhnya mereka tidak
mengetahui". HR Bukhari no: 6929 , Muslim no: 1792.
Sifat penyantun ini termasuk dari sifat-sifat agung yang
Allah Shubhanahu wa ta’alla inginkan supaya para hamba -Nya
mengambil bagian dari sifat penyantun ini. Sebagaimana hadits yang
dikeluarkan oleh Imam Muslim dari al-Asaj bin Qois radhiyallahu
'anhu, bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
"Sesungguhnya engkau mempunyai dua sifat yang dicintai oleh Allah
Shubhanahu wa ta’alla, yaitu sifat penyantun lagi sabar". HR Muslim
no: 18.
Dan kalau kita ingin melihat teladan dalam masalah ini,
maka Nab Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang
yang paling penyantun. Sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah
hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Anas
bin Malik radhiyallahu 'anhu, yang menceritakan: 'Aku pernah
berjalan bersama Nab Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan
beliau memakai burdah najran yang tepinya tebal. Di tengah jalan
kami bertemu dengan arab badui yag langsung menarik burdah
tersebut secara keras, sampai aku melihat bekas tersebut dipundak
Nabi, karena kerasnya didalam menarik pakaian tersebut. Setelah itu
arab badui tersebut berkata: 'Beri saya dari harta Allah Shubhanahu
wa ta’alla yang ada disisimu'. Maka Nabi memalingkan tubuhnya
kearahnya lalu tersenyum, kemudian memerintahkan pada para
sahabatnya agar orang tersebut dipenuhi permintaannya'. HR
Bukhari no: 3149. Muslim no: 1057.
Maha Benar Allah Shubhanahu wa ta’alla tatkala mensifati
Nabi -Nya dengan akhlak yang mulia, seperti dalam firman -Nya:
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung". (QS al-Qalam: 4).
Sedangkan sifat-sifat yang sama-sama di miliki oleh
pencipta dan makhluk maka harus dipahami bahwa sifat yang ada
pada pencipta yaitu Allah Shubhanahu wa ta’alla sesuai dengan
17
keagungan dan ketinggian -Nya demikian pula yang ada pada
makhluk harus didudukkan sesuai dengan porsinya. Jangan disama
ratakan, karena jelas jauh berbeda antara sifat yang ada pada
makhluk dan pencipta.
Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla mencintai dari kalangan
para hamba -Nya yang memiliki sifat ini yaitu penyantun, Allah
Shubhanahu wa ta’alla Maha Penyantun dan mencintai orang-orang
penyantun. Allah Shubhanahu wa ta’alla Maha Pemurah dan
mencintai orang-orang yang bermurah hati, Allah Shubhanahu wa
ta’alla Maha Penyabar dan mencintai orang-orang Penyabar.
Imam al-Qurthubi mengatakan: 'Maka diantara kewajiban
bagi siapa saja yang telah mengetahui bahwasannya Allah
Shubhanahu wa ta’alla adalah Maha Penyantun terhadap orang
orang yang berbuat maksiat kepada -Nya. Hendaknya dia berusaha
untuk sabar dan penyantun terhadap orang yang menyelisihinya,
karena hal tersebut lebih utama, sampai kiranya dia menjadi
seorang penyantun dan bisa mencapai derajat sifat yang mulia ini,
sesuai dengan ukuran kemarahannya, dengan tidak membalas
kejelekan terhadap orang yang berlaku buruk kepadanya. Namun,
justru dirinya berusaha untuk memaafkan sampai akhirnya sifat
penyantun tersebut tersemat sebagai karakter akhlaknya. Dan
sebagaimana penciptamu senang kalau dirimu mempunyai sifat
penyantun, maka berbuat santunlah terhadap siapa saja, karena
sejatinya engkau sedang beribadah dengan menekuni sifat
penyantun tersebut yang tentunya engkau akan meraih pahalanya
kelak'. 9
Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang
serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka
pahalanya atas (tanggungan) Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim". (QS
asy-Syuura: 40).
Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
"Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan,
Sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diutamakan". (QS asy-Syuura: 43).
9 . al-Kitab al-Asna fi Syarh Asmaa'ulllah Husna hal: 96-97.
Diriwayatkan oleh Khatib al-Baghdadi didalam sebuah
kitabnya 9F
10 sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,
bahwasannya Nab Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
"Ilmu itu hanya diperoleh dengan cara belajar, dan sifat penyantun
diperoleh dengan cara sering berbuat santun, maka barangsiapa
yang berusaha meraih kebajikan dirinya akan memperolehnya, dan
siapa yang berhati-hati dari keburukan maka dirinya akan selamat".
Di Shahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no: 342.
Sebagai penutup kita ucapkan segala puji hanya untuk Allah
Shubhanahu wa ta’alla, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau dan para sahabatnya.
10 . Tarikh Baghdad 9/127.